Selamat Datang di Website MONGGOMEMBACA. Monggo Tingkatkan Semangat untuk Masa Depan yang lebih baik ...

Tuesday 30 April 2013

USWAH IBU PERTIWI



Perempuan sebagaimana laki-laki, adalah makhluk Tuhan yang memiliki derajat yang sama, berperan sama dan bahkan dapat mengerjakan pekerjaan yang sama. Namun pergeseran makna akhirnya menjadikan perempuan sebagai makhluk yang terisolasi dan
memiliki ruang gerak yang terbatas. Perempuan tak jarang hanya dpandang sebelah mata karena keterbatasan ruang gerak tadi, namun pada dasarnya kedudukan perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai makhluk Tuhan yang bisa berkreasi, menyampaikan aspirasi, bebas berpendapat, melakukan hal yang tak terbatas dan bahkan menjadi pemimpin yang kemudian akan menjadi panutan bagi orang banyak.
Emansipasi selalu diidentikkan dengan perempuan, dari persoalan yang kecil-kecil hingga persoalan besar sampai harus dibuat kementrian Peranan Perempuan, Pemberdayaan Perempuan, atau apapun istilahnya seolah-olah perempuan Indonesia itu tidak berperan, tidak berdaya. Faktanya, perempuan Indonesia sudah berdaya, memiliki keberdayaan
tinggi meskipun kadang sering diiringi dengan kesalahkaprahan terhadap makna emansipasi perempuan terhadap laki-laki itu sendiri, buruknya emansipasi perempuan dijadikan excuse untuk hal-hal yang tidak esensial. Hal buruk lainnya adalah emansipasi perempuan menjadi kedok eksploitasi perempuan itu sendiri yang kadang tidak disadari para perempuan. Gegar emansipasi, lupa jati diri.
 
Pahlawan perempuan Indonesia, yang sudah dikenal oleh seantero jagad raya yaitu Ibu Kartini, adalah sosok perempuan sejati, perempuan yang memiliki peran besar dalam mengantarkan kemerdekaan Indonesia, memperjuangkan hak-hak perempuan, memberikan makna baru terhadap perempuan yang kemudian perempuan Indonesia khususnya, memiliki peran yang nampak, yang tidak kalah dari kalu laki-laki.
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya. Kartini hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah. Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli “Max Havelaar” dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama wanita Eropa.
Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali.
Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma.
Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang.
Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya. Buku itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya tertulis di atas kertas tapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang.
Upaya dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan kaumnya di berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi manusia seutuhnya.
Bulan ini adalah momentum yang tepat untuk kembali mengenang Kartini sebagai sosok perempuan masa depan yang memiliki peran sama dengan laki-laki, kembalikan fungsi perempuan sebagai kader bangsa masa depan untuk sekali lagi memberi bukti bahwa perempuan bukan hanya berada dibelakang layar, namun perempuan juga bisa memberikan kontribusi dalam kehidupan.

1 comment:

  1. The Emperor Casino, Shootercasino
    Play over 500 casino games! 인카지노 Sign up & claim your welcome bonus today! Enjoy the best online casino games from the 메리트 카지노 고객센터 best casino 제왕카지노 providers,  Rating: 3.5 · ‎9 votes

    ReplyDelete